Kompas berbincang dengan Chaim Fetter tentang situs jual beli online, Jualo.com serta kaitannya dengan Yayasan Peduli Anak. Dimana melalui yayasan tersebut Chaim membantu anak-anak terlantar di Lombok agar memiliki masa depan yang lebih cerah. Seperti apa perbincangannya? Simak artikel berikut.
Kompas.co.id — JAKARTA, KOMPAS — Jualo adalah situs jual beli barang bekas pakai yang menawarkan layanan yang diklaim lebih memanjakan para pembeli, bukan memudahkan penjual barang.
Fitur utama yang diunggulkan layanan tersebut adalah pencarian berdasarkan lokasi hingga detail.
Pendiri Jualo.com, Chaim Fetter, menjelaskan kepada Kompas bahwa pengguna yang mencari suatu barang akan mendapatkan hasil pencarian dari lokasi yang terdekat darinya. Semua berkat aplikasi mobile yang tersedia untuk sistem operasi Android.
“Misalnya dia sedang berada di hotel tengah mencari ponsel dan ternyata ada pengguna lain yang menjual barang yang dia cari, hasilnya akan tampil terlebih dahulu,” katanya.
Dengan mengutamakan penjual yang ada di lokasi terdekat, Fetter berharap agar calon pembeli dan penjual itu langsung bertemu dan bertransaksi.
Dia meyakini, bila para pembeli merasa nyaman menggunakan layanan Jualo.com, otomatis para penjual akan datang. Itulah falsafah yang dipegang olehnya.
Dibuka sejak tahun 2014, Jualo kini sudah memiliki 100.000 anggota aktif dan dalam sebulan terakhir sudah memfasilitasi jual beli senilai Rp 121 miliar.
Dari statistik pengguna, Fetter mengungkapkan bahwa 70 persen didominasi jual beli barang bekas pakai dan 80 persen bertransaksi memanfaatkan fitur lokasi yang spesifik tadi.
Selain dari aplikasi, para calon pembeli juga datang ke situs berdasarkan mesin pencarian serta media sosial seperti Facebook.
Anak jalanan
Kisah pria yang lahir di Belanda dan beristrikan wanita dari Indonesia ini justru diawali dari pelesiran di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Fetter yang masih berusia 20 tahunan tengah berlibur untuk mencari pengalaman baru.
Saat itu, dia tengah mengelola usaha berupa situs jual beli di tempat asalnya yang dirintis sejak berusia 16 tahun. Dia berlibur ke Indonesia, negara yang pernah didatangi oleh kakeknya, dan tempat ayahnya lahir.
Sewaktu berada di sana, Fetter menjumpai begitu banyak anak jalanan yang berkeliaran di Lombok. Saat beberapa dari mereka diajak berbincang, sebagian besar mengaku jadi anak jalanan karena ditinggalkan orang tua yang mengadu nasib menjadi buruh migran, ada yang kemudian dititipkan ke nenek tapi setelah meninggal jadi terlantar.
Di hari terakhir liburannya, Fetter mengajak seorang anak jalanan ke sekolah dan berbincang dengan salah satu guru di sana. Dia ingin membayar biaya pendidikan anak tersebut selama setahun dan meminta guru tersebut untuk mejadi walinya karena dia harus kembali ke Belanda.
“Yang saya rasakan, setelah pulang hidup terasa lebih bermakna dengan membantunya,” ujar Fetter.
Sepulang ke Belanda, Fetter menjual usahanya dan berniat untuk pindah ke Indonesia. Niat awalnya adalah membuka sebuah resor wisata di Gili Trawangan yang terletak di barat laut Lombok.
Pada saat yang bersamaan, dia menyurvei 400 anak jalanan untuk mendapatkan dukungan. Itulah mengapa dia kemudian mendirikan Yayasan Peduli Anak dengan mendirikan 3 asrama di lahan seluas 1,5 hektar lengkap dengan fasilitas seperti musala, sekolah dasar, dan sekolah vokasional. Fetter berhasil menghimpun 7.000 donatur sejak berdiri di tahun 2005.
Hingga kini yayasan tersebut sudah mandiri dalam memberikan tempat bernauh bagi anak-anak serta tempat untuk mendapatkan pendidikan serta ketrampilan dengan melibatkan 60 staf yayasan.
Setiap bulan, yayasan tersebut menghabiskan dana Rp 100 juta untuk biaya operasional dan semuanya berasal dari sumbangan.
Kembali Pada tahun 2012, Fetter bersama isterinya mengadopsi dua anak dan memboyong mereka ke Jakarta. Di ibu kota, dia ingin kembali berbisnis.
“Saya ingin kembali ke keahlian saya yakni perusahaan teknologi,” ujarnya.
Situs jual beli pun kembali ditekuni, langkah pertama yang ditempuh Fetter adalah mewawancarai para pengguna situs jual beli untuk mencari tahu aspirasi mereka.
Didapatkan tiga masalah pokok dalam jual beli elektronik di Indonesia yakni masalah distribusi dan transportasi, masalah keamanan, serta mekanisme pembayaran.
Itulah mengapa, konsep jual beli yang berorientasi pembeli pun dicetuskan Fetter. Dengan fitur lokasi yang spesifik, pembeli bisa dengan mudah mencari penjual, bertatat muka dan langsung bertransaksi. Dengan demikian dua masalah lainnya yakni keamanan dan mekanisme pembayaran langsung tuntas.
Dia menegaskan bahwa dua dunia yakni situs jual beli dan yayasan anak jalanan ini akan berjalan bersama-sama.
Sebanyak 5 persen dari keuntungan jualo.com akan disumbangkan kepada yayasan bagi anak jalanan ini. Salah satunya berasal dari layanan iklan premium di situs jualo.com.
Di Indonesia memang sudah ada situs yang menawarkan layanan serupa, Fetter mengaku tidak gentar untuk berkompetisi dengan pemain yang sudah terlebih dahulu hadir karena yakin bahwa falsafah yang dipegang perusahaannya berbeda.
Penulis: Didit Putra Erlangga RahardjoEditor: Wicak Hidayat