Portal berita dailysocial.id bertemu dengan Chaim Fetter, sang pendiri Jualo.com. Dalam artikel ini Chaim bercerita mengenai perjalanan hidup yang membawanya untuk mendirikan Jualo.com. Berikut artikel lengkapnya.
===
dailysocial.id — Chaim memulai belajar coding sejak usia 13 tahun. Saat itu ia memiliki ide untuk membuat layanan e-commerce bagi bisnis. Ia memulai usahanya dari kamar mandi rumah dan saat berusia 16 tahun startup yang didirikannya, Dwarz Internet Solutions, pun mulai sukses.
“Saat di bangku sekolah saya terlalu sibuk dengan bisnis, tidak benar-benar fokus pada sekolah saya dan pekerjaan rumah yang membuat guru saya frustrasi dan marah. Guru saya selalu mengatakan kepada saya bahwa jika saya tidak fokus kepada sekolah saya, saya akan berakhir di jalanan atau bahkan lebih buruk di penjara. Mereka tidak tahu saat itu saya sudah menghasilkan lebih dari penghasilan mereka setahun,” ujar Chaim.
Tetapi sebenarnya jauh sebelum itu, jiwa bisnisnya telah terasah. Saat usianya enam tahun, Chaim sering mengunjungi pasar loak di negeri asalnya, Belanda. Ia membeli kandang hamster bekas seharga kurang lebih satu gulden, mata uang Belanda saat itu, dan menjualnya dengan seharga 25 gulden. Harga kandang baru saat itu bisa mencapai 100 gulden.
“Saat kecil saya sudah menjual banyak kandang hamster. I was born to make money,” ujarnya sambil tertawa.
Cara memasarkan barang dagangannya dengan memanfaatkan iklan baris gratis di koran. “Pasang iklan di koran gratis dan hanya akan membayar jika barang yang ditawarkan terjual. Pihak koran akan menelepon dan menanyakannya nanti. Saat itu setiap anak pasti punya piaraan hamster,” kenang Chaim.
Di usia 23 ia memiliki segalanya, perusahaan dan uang, namun ia merasa ada yang kurang dalam hidupnya. Chaim mulai mencari jawaban terhadap pertanyaan yang paling filosofis untuk setiap manusia, “Untuk apa saya hidup?”
Pencarian akan makna hidup tersebut membuatnya mengunjungi banyak negara Asia, mulai dari Tiongkok, Singapura, Laos, Malaysia, hingga akhirnya ke Lombok Indonesia. Di kepulauan tersebut ia mendapatkan jawabannya. Keprihatinan akan anak jalanan yang putus sekolah membuatnya mewawancarai mereka.
“Mereka semua mempunyai cerita yang hampir sama ingin kembali sekolah tidak ada biaya, akhirnya saya kunjungi sekolah dan bernegosisasi dengan pihak sekolah. Membayar biaya sekolah selama setahun dan biaya hidup anak-anak selama setahun,” ceritanya.
Ia merasa bahagia saat itu dan memutuskan pulang ke Belanda untuk menjual seluruh aset dan kekayaannya, termasuk perusahaan, untuk medirikan Yayasan Peduli Anak melalui koceknya sendiri.
Setelah delapan tahun, renjana (passion) lamanya untuk menyentuh keyboard dan berbisnis mulai kembali. Ia pun memutuskan untuk pindah ke Jakarta dan mendirikan Jualo. Jualo tidak hanya memiliki misi bisnis semata. Ia mendedikasikan sebagian kecil keuntungannya untuk Yayasan Peduli Anak. Membangun sekolah sekaligus pemukiman untuk anak jalanan. Termasuk sekolah kejuruan dan keterampilan kerja bagi anak jalanan yang berusia 15 tahun ke atas.
“Kalau memungkinkan anak tersebut kembali ke keluarganya akan dikembalikan. Jika memang tidak ada kerabat yang bisa menampung anak tersebut, maka ia akan tinggal di pemukiman,” jelasnya.
Saat ini pemukiman yang dibangunnya menyediakan layanan sekolah, rumah, dan family care untuk 300 anak, dengan 100 anak di antaranya tinggal di dalam panti di area pemukiman sekolah. Saat ini pemukiman tersebut dikelola 60 staf lokal dan sudah bekerja sama dengan pemerintah.
Jualo tidaklah menawarkan hal baru di dunia marketplace C2C. Sudah ada punya pemain besar dalam bisnis ini, yaitu OLX dan Berniaga, yang kemudian bakal merger. Meskipun demikian hal tersebut tidak menyurutkan niat Chaim untuk membangun bisnis ini.
“Orang kira Berniaga dan OLX besar, sebenarnya tidak sama sekali. Bila dibandingkan dengan jumlah penetrasi (pengguna) Internet (di) Indonesia, mereka punya empat hingga lima juta. Hanya kurang dari lima persen. Market-nya masih luas,” ujarnya mantap.
Data eMarketer menunjukkan data pembeli online di Indonesia saat ini masih sekitar 10% dari total pengguna Internet. Angka ini diprediksikan bakal mencapai lebih dari 13% di tahun 2018. Dibanding sejumlah negara di Asia Pasifik, angka itu masih sangat rendah. Di Tiongkok saat ini lebih dari separuh pengguna Internet berbelanja online, sementara di India sendiri angka sudah di atas 20%.
Menanggapi bergabungnya OLX dan Berniaga, ia pun tak gentar. “Mereka butuh proses berbulan-bulan untuk merger, menyesuaikan dengan sistem baru. Justru memberi waktu Jualo untuk lebih fokus menjalankan bisnis. Fokus kami kepada pembeli bukan penjual itu yang membedakan dengan kompetitor,” tutur Chaim.
“Saya sering mewawancarai langsung, mendengarkan kebutuhan mereka (konsumen). Membangun bisnis di Indonesia harus mulai dari bawah ke atas. Sebab kepercayaan masih isu yang besar di sini. Hal ini pernah terjadi di Belanda,” jelasnya.
Jualo juga akan menawarkan customer finance. Chaim memberi contoh jika ingin membeli motor bekas yang dijual, namun ingin mencicil, Jualo berencana menjajaki kemungkinan bekerja sama dengan perusahaan penyedia layanan kredit.
Chaim yang mengaku berjiwa Indonesia ini sangat menyukai negeri ini. “Orang-orangnya ramah-ramah dan di sini masih banyak kesempatan yang terbuka. Akan sulit untuk memulai startup di Eropa, semuanya sudah ada. Apapun di Indonesia masih bisa di-scalable,” akunya jujur.
Pandangannya tentang jiwa entreprenuership yang masih kurang di Indonesia adalah harus dimulai dari pendidikan.
“Gaji gurunya rendah. Siapa yang bisa hidup sebulan dengan uang sebanyak itu? Jadi gurunya juga kurang motivasi. Mahasiswa juga lebih senang menjadi pegawai negeri dengan jaminan tak bisa dipecat (dan) mendapat pensiun. Menjadi pengusaha penuh ketidakpastian. Mental ini yang harus diubah sejak usia sekolah,” terangnya.
Jualo telah memfasilitasi penjualan di situsnya senilai $12 juta, meskipun demikian Chaim masih menjalankan bisnisnya di dapur rumah bersama lima orang pegawai. Tahun 2015, Jualo merencanakan fundraising untuk memperbesar usahanya dan mempekerjakan lebih banyak orang.