Portal berita Merdeka.com berbincang dengan pendiri Jualo.com, Chaim Fetter. Perbincangan ini berkisar pada perjuangan Chaim mendirikan Jualo.com dan Yayasan Peduli Anak. Seperti apa perbincangannya? Simak artikel berikut selengkapnya.
===
Moncernya bisnis jual beli online di Indonesia, menarik perhatian Chaim Fetter. Pria asal Belanda ini mendirikan sebuah perusahaan jual beli barang tak terpakai melalui media internet.
Fetter pada melahirkan jualo.com pada Januari 2014. Alasannya dia sudah kehabisan uang pribadi untuk membangun Yayasan Peduli Anak di Lombok, Nusa Tenggara Barat NTB).
Bersama beberapa orang temannya, Fetter membangun jualo.com dengan modal awal sekitar USD 50.000. Dengan kesepakatan, 5 persen dari keuntungan jualo.com akan langsung digunakan untuk mendukung biaya operasional yayasan yang menangani sekitar 400 anak terlantar di Lombok ini.
“USD 50.000, kami hanya mengeluarkan USD 100.000 sampai sekarang. Untuk marketing kami tidak mengeluarkan biaya apapun,” kata Fetter saat berbincang dengan merdeka.com, belum lama ini.
Dalam kisaran waktu sekitar 10 bulan, jualo.com sudah memiliki pengguna aktif sekitar 120.000 lebih di seluruh Indonesia. “Bulan lalu kami memfasilitasi USD 10 juta penjualan di platform kami, dan sejak hari pertama di bulan Januari hingga sekarang, kami sudah mendapatkan keuntungan, dan kami tidak mengeluarkan biaya apapun untuk marketing,” jelas Fetter.
Selain untuk menopang pendanaan Yayasan Peduli Anak, Fetter punya alasan lain membangun situs jualo.com. Dia melihat masih minimnya rasa saling percaya antara penjual dan pembeli dalam transaksi online. Menurutnya, pihak pembeli masih banyak yang dirugikan atas transaksi jual beli online.
Alih-alih memfasilitasi penjual layaknya situs jual beli lain, jualo.com justru ingin memfasilitasi pihak pembeli. “Jadi saya mulai dengan jualo.com, itu e-classified market place untuk jual beli, tapi bukan di fokus untuk yang penjual tapi fokus untuk pembeli karena itu masalahnya di Indonesia itu ‘trust’ itu utama. Orang tidak merasa nyaman transaksi di internet, belum,” ungkap Fetter.
Fetter melihat, banyak persoalan di sistem jual beli online yang merugikan pembeli. Mulai dari sistem pembayaran yang menggunakan sistem transfer sebelum barang diterima pembeli, hingga distribusi barang yang kerap menambah ketidaknyamanan pembeli dari situs jual beli online.
“Kalau lihat situs jual beli dari kompetitor sekarang mereka fokus untuk penjual saja. ‘Ada barang tidak terpakai, jual saja di…’ Itu yang iklan-iklan. Tapi yang penting pembeli yang merasa tidak nyaman,” ungkap Fetter.
Dia yakin, dengan mendengar permasalahan dari pembeli, dan memfasilitasi kebutuhan para pembeli, maka akan terjadi transaksi dua antara penjual dan pembeli yang nyaman untuk keduanya.
“Kita harus dengar pembeli apa masalah mereka dan untuk menfasilitasi kebutuhan mereka kita buat platform, mereka merasa nyaman, dan mereka bisa gunakan sesuai kemauan mereka dan kalau pembeli datang, penjual akan datang sendiri. Kami mulai pada Januari 2014,” tutur Fetter.